MAKALAH
PENYAKIT TUBERCULOSIS
Makalah Disusun Untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah Farmakologi
Dosen Pengampu : Nindriasih, S.Fam,Apt
Oleh
1. Hendi
Endar Kusuma
|
1451700048
|
UNIVERSITAS
VETERAN BANGUN NUSANTARA
Alamat : Jl.
Letjend. Sujono Humardani No. 1 Sukoharjo 57521
Telp. (0271)
593156 Faks. (0271) 591065
SUKOHARJO
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas Rahmat dan Hidayahnya-Nya sehinggah kami bisa menyelesaikan makalah Biokimia ini
yang berjudul “PENYAKIT
TUBERCULOSIS” ini.
Dengan
pembuatan makalah ini pembaca diharapkan
dapat lebih mengenal tentang apa yang dimaksud penyakit tuberculosis. Pembaca juga
diharapkan dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga.
Makalah ini dibuat semata-mata karena ingin
menyelesaikan tugas sekaligus memberikan contoh yang baik. Selain itu, makalah
ini juga dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi pembacanya.
Kami sangat berterima kasih
kepada seluruh pihak yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami tahu bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik
dan saran dari dosen, teman-teman, dan pembaca. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan terutama pada diri saya sendiri. Akhir kata , saya
ucapkan terima kasih.
Sukoharjo, November
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan
penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada
satu negara pun yang bebas TBC. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman
mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi.
Tingkat prevalensi penderita TBC di
Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100 ribu penduduk dan insidensi sebesar
189 per 100 ribu penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam meninggal
seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun sepanjang
2011 mengenai tuberkulosis (TBC) di Indonesia.
Laporan tersebut juga meliris bahwa
angka penjaringan penderita baru TBC meningkat 8,46 persen dari 744 penderita
TBC di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun, kabar baiknya
angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7 % dan angka keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3 %.
B.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui tentang gambaran umum
penyakit Tuberculosis
(TBC).
2. Untuk
mengetahui tentang terapi farmakologi
dan non farmakologi penyakit Tuberculosis.
3. Untuk
mengetahui upaya - upaya kesehatan yang
harus dilakukan untuk mencegah atau memberantas penyakit Tuberculosis.
C.
Rumusan
Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit Tuberculosis?
2. Bagaimana upaya farmakologi dan non farmakologinya?
3.
Bagaimana upaya
kesehatan yang harus dilakukan untuk mencegah atau memberantas penyakit
Tuberculosis?
BAB
II
ISI
A.
Mengenal
Penyakit
Tuberculosis (TBC)
Ø Pengertian
Tuberkulosis
Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb
(singkatan dari "Tubercle bacillus") merupakan penyakit
menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini
disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis
(disingkat "MTb" atau "MTbc"). Tuberkulosis biasanya
menyerang paru-paru,
namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis menyebar melalui
udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan
butiran ludah mereka melalui udara. Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan
laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang
menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50%
orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Gejala klasik infeksi TB
aktif yaitu batuk
kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam, berkeringat di malam
hari, dan berat badan turun.
(dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang
terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan). Infeksi pada organ lain
menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif
bergantung pada hasil radiologi (biasanya
melalui sinar-X dada) serta
pemeriksaan mikroskopis dan pembuatan kultur mikrobiologis
cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung pada tes
tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah.
Pengobatan sulit
dilakukan dan memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu
lama. Orang-orang yang melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan
diobati bila perlu. Resistensi antibiotik
merupakan masalah yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis
resisten multi-obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus
menjalani tes penapisan penyakit tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil Calmette–Guérin.
Para ahli percaya bahwa
sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M.
tuberculosis,dan infeksi baru terjadi dengan kecepatan satu orang per satu
detik. Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis yang aktif di
tingkat global. Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan kasus baru
sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di negara
berkembang. Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai menurun semenjak tahun
2006, sementara kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002. Tuberkulosis tidak
tersebar secara merata di seluruh dunia. Dari populasi di berbagai negara di
Asia dan Afrika yang melakukan tes tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil
positif, sementara di Amerika Serikat, hanya 5–10% saja yang menunjukkan hasil
positif. Masyarakat di dunia berkembang semakin banyak yang menderita
Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka
mengidap Tuberkulosis akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang
menjadi AIDS.Pada
tahun 1990-an Indonesia berada pada peringkat-3 dunia penderita TB, tetapi
keadaan telah membaik dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5 dunia.
Ø Gejala – gejala penyakit Tuberculosis
Tuberkulosis sering dijuluki
“the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan
dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam.
Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan
bahkan kadang-kadang asimtomatik, namun beberapa gambaran klinik TB paru dapat
dibagi menjadi 2 golongan,yaitu: gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul terus menerus dalam waktu 3 minggu atau lebih,gejala ini timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Gejala batuk timbul terus menerus dalam waktu 3 minggu atau lebih,gejala ini timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa
garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah
sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat
ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia
dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan
malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa
minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas
walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
Ø Penyebab
a. Mikobakteria
Penyebab utama penyakit TB
adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu
sejenis basil aerobik
kecil yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh
tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya.
Sel-selnya membelah setiap 16 –20 jam. Kecepatan pembelahan ini
termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya
membelah setiap kurang dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid. Bila dilakukan uji pewarnaan
Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang
lemah atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang tinggi pada
dinding selnya. MTB bisa tahan terhadap berbagai disinfektan
lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi kering
selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat berkembang dalam sel inang
organisme tertentu, namun M. tuberculosis bisa dikultur di laboratorium.
Kompleks M. tuberculosis
(KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga
menjadi penyebab TB: M. bovis, M. africanum,
M. canetti,
dan M. microti.M.
africanum tidak menyebar luas, namun merupakan penyebab penting
Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika. M. bovis merupakan penyebab
umum Tuberkulosis, namun pengenalan susu
pasteurisasi telah berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini
menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang ini.M.
canetti merupakan jenis langka dan sepertinya hanya ada di kawasan Tanduk
Afrika, meskipun beberapa kasus pernah ditemukan pada kelompok emigran
Afrika. M. microti juga merupakan jenis langka dan seringkali ditemukan
pada penderita yang mengalami imunodefisiensi, meski demikian, patogen ini
kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.
Mikobakteria patogen lain
yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M. kansasii.
Dua jenis terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria
non-tuberkulosis" (MNT). MNT tidak menyebabkan TB atau lepra, namun
menyebabkan penyakit paru-paru lain yang mirip TB.
b.
Faktor –
factor Risiko
ü Faktor
Sosial Ekonomi
Disini sangat
erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan
dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC.
Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan
yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
ü Status
Gizi
Seseorang mudah
terinfeksi karena tidak cukupnya asupan nutrisi sehingga status nutrisi kurang.
Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan
lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan
terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang
berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
ü Umur
Penyakit TB-Paru
paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15 – 50) tahun.
Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun,
sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru.
Sedangkan pada bayi kemungkinan terinfeksi TB sangat tinggi.
ü Jenis
Kelamin
Menurut WHO,
sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal
akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak
terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses
kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih
tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan
sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab
TB-Paru.
ü Herediter
Resistensi
seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik.
ü Keadaan
stress
Kondisi dan
situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress
emosional, kelelahan yang kronik).
ü Infeksi
berulang seperti HIV, measles, pertusis.
ü Tidak
mematuhi aturan pengobatan
Klien yang
terinfeksi TB dan sudah menjalani pengobatan, namun ia putus obat atau tidak
teratur minum obat (tidak sesuai anjuran dokter), maka Mycobacterium
tuberculosa yang ada pada tubuhnya menjadi lebih resisten; sehingga untuk
pengobatannya harus dimulai dari awal lagi.
ü Meningkatnya
sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk
penyebarluasan infeksi.
ü Anak
yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.
Ø Penularan
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang
oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui berbicara, batuk,
bersin, tertawa, atau bernyayi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100
µ) dan kesil (1-5µ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil
tertahan diudara dan terhirup individu yang rentan. Individu yang berisisko
tinggi tertular TB adalah:
a.
Mereka yang kontak dekat dengan
seorang yang mempunyai TB aktif.
b.
Individu immunosupresif (termasuk
lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau
mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c.
Penggunaan obat-obat IV dan
alkoholik.
d.
Setiap individu tanpa perawatan
kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas terutama
anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15-44
tahun).
• Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misal, diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau yeyunoileal).
• Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin, Karibia).
• Setiap individu yang tinggal di institusi (misal, fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatri, penjara).
• Individu yang tinggal di daerah perumahan substandard kumuh.
• Petugas kesehatan.
• Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misal, diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau yeyunoileal).
• Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin, Karibia).
• Setiap individu yang tinggal di institusi (misal, fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatri, penjara).
• Individu yang tinggal di daerah perumahan substandard kumuh.
• Petugas kesehatan.
B. Terapi
Farmakologi dan Non Farmakologi Penyakit Tuberculosis
Ø Terapi Farmakologi
1. Isoniazid (INH)
Isoniazid atau
isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro
bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid
(membunuh bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak,
biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis
asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel
mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah
lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.
Isoniazid mudah
diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam
waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi
dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang
secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini
tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini
diberikan setiap hari.
Dosis Obat : 5-15 mg/kg BB/hari
(maks. 300mg)/ hari
Efek samping
Mual, muntah,
anoreksia ( kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu
makan meski sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan), letih, malaise
(perasaan sakit dan kurang enak badan), lemah, gangguan saluran pencernaan
lain, neuritis perifer (rasa kesemutan yang amat sangat), neuritis optikus
(peradangan pada ujung saraf optik yang masuk ke dalam mata), reaksi
hipersensitivitas, demam, ruam (gatal-gatal pada kulit), ikterus (warna kuning
pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin), diskrasia
darah (perdarahan hidung, memar spontan), psikosis (gangguan tilikan pribadi
yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi
dirinya, misalnya gejala halusinasi), kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing,
mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara,
hiperglikemia (peningkatan glukosa darah melebihi batas normal), asidosis
metabolik (keasaman darah yang berlebihan), ginekomastia (pembengkakan pada
jaringan payudara pada laki-laki atau laki-laki, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormon estrogen dan testosterone), gejala reumatik, gejala
mirip Systemic Lupus Erythematosus.
Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit dari SSP.
Penyakit hati, penyakit dari SSP.
Resistensi
Resistensi masih
merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa
kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi
resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien
dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan
sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi.
Isoniazid masih
merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek
sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi
vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).
2. Rifampisin
Rifampisin merupakan obat anti tuberkulosis
yang bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah
transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel bakteri.
Dosis Obat : 10-20 mg/kg BB/hari (maks. 600 mg/hari).
Efek Samping
Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual,
muntah, diare (dilaporkan terjadi kolitiskarena penggunaan antibiotika), sakit
kepala, drowsiness; gejala berikut terjadi terutama pada terapi intermitten
termasuk gelala mirip influenza (dengan chills, demam, dizziness, nyeri
tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps dan shock, anemia
hemolitik, gagal ginjal akut, dan trombositopenia purpura; gangguan fungsi
liver, jaundice(penyakit kuning); flushing, urtikaria dan rash; efek samping
lain dilaporkan : edema, muscular weakness dan myopathy, dermatitis
exfoliative, toxic epidermal necrolysis, reaksi pemphigoid, leucopenia,
eosinophilia, gangguan menstruasi; urin, saliva dan sekresi tubuh yang lain
berwarna orange-merah; tromboflebitis dilaporkan pada penggunaan secara infus
pada periode yang lama.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau
komponen lain yang terdapat dalam sediaan; penggunaan bersama amprenavir,
saquinafir/rotonavir (kemungkinan dengan proease inhibitor), jaundice (penyakit
kuning).
3. Pirazinamid
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang
telah dibuat sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam
tubuh di hidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang
aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam. Bersifat
bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak yang
diperlukan dalam pertumbuhan bakteri. Pirazinamid mudah diserap diusus dan
tersebar luas keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi
glomerulus.
Dosis Obat : 15-30 mg/kg BB/hari (maks. 2g/hari).
Efek Samping
Efek samping pirazinamid paling umum yaitu
kelainan hati yang diawali oleh gangguan fungsi hati berupa peningkatan SGOT
(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian
besar oleh otot jantung dan sebagian kecil oleh otot hati) dan SGPT (Serum
Glutamic Piruvic Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh
otot hati dan sebagian kecil oleh otot jantung). Bila terjadi kerusakan hati,
pemberian pirazinamid harus dihentikan.
Efek samping lain pirazinamid yaitu demam, anoreksia, hepatomegali (pembesaran organ hati), splenomegali (pembesaran limpa), jaundice (warna kekuningan yang didapatkan pada kulit dan lapisan mukosa (seperti bagian putih mata), yang terjadi karena penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin), gagal hati; mual, muntah, urtikaria ( reaksi alergi yang ditandai oleh bilur-bilur berwarna merah dengan berbagai ukuran di permukaan kulit), artralgia (nyeri sendi), disuria (perasaan tidak enak berkemih), anemia sideroblastik, ruam dan kadang-kadang fotosensitivitas.
Efek samping lain pirazinamid yaitu demam, anoreksia, hepatomegali (pembesaran organ hati), splenomegali (pembesaran limpa), jaundice (warna kekuningan yang didapatkan pada kulit dan lapisan mukosa (seperti bagian putih mata), yang terjadi karena penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin), gagal hati; mual, muntah, urtikaria ( reaksi alergi yang ditandai oleh bilur-bilur berwarna merah dengan berbagai ukuran di permukaan kulit), artralgia (nyeri sendi), disuria (perasaan tidak enak berkemih), anemia sideroblastik, ruam dan kadang-kadang fotosensitivitas.
Kontraindikasi
Porfiria (sekelompok penyakit yang disebabkan
oleh kekurangan enzim-enzim yang terlibat dalam sintesa heme, yang
mengakibatkan warna urin berubah menjadi merah atau biru gelap), gangguan
fungsi hati berat, dan hipersensitif pirazinamid.
4. Ethambutol
Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan
mekanisme keria menghambat sintesis RNA. Absorbsi setelah pemberian per oral
cepat. Eksresi sebagian besar melalui ginjal, hanya lebih kurang 10% diubah
menjadi metabolit yang inaktif.
Ethambutol tidak dapat menembus jaringan otak
tetapi pada penderita meningitis, tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapeutik
dalam cairan serebrospinal.
Dosis Obat :
Dewasa: 15 mg/kg BB PO, untuk pengobatan ulang
mulai dengan 25 mg/kg BB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15
mg/kg BB/hari.
Anak 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari.
Anak 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari.
Efek Samping
Neuritis optik, buta warna merah/hijau ,
neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) , pruritus (gatal-gatal), urtikaria dan
trombositopenia (berkurangnya jumlah sel-sel keping darah (trombosit) di dalam
tubuh (darah)).
Kontraindikasi
Anak-anak di bawah usia 5 tahun, pada penderita
dengan gangguan fungsi ginjal, epilepsi, alkoholisme kronik dan kerusakan hati,
neuritis optik, penderita yang hipersensitif terhadap komponen obat ini.
5.
Streptomisin
Streptomisin merupakan obat antibiotik yang
termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan
cara menghambat sintesis protein. Obat ini larut dalam air dan sangat larut
dalam alkohol.
Obat ini terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces, ascitic, perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus plasenta; dalam jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu.
Obat ini terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces, ascitic, perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus plasenta; dalam jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu.
Dosis Obat : 15-40 mg/kg BB/hari (maks. 1g/hari).
Efek Samping
Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia
(kesemutan) pada mulut.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap streptomisin atau
komponen lain dalam sediaan, kehamilan, gangguan pendengaran, myasthenia gravis
(kelainan immun bawaan yang cukup langka, biasanya menunjukkan karakteristik
yang khas, yaitu kelemahan pada otot rangka yang biasanya juga disertai nyeri
ketika menggerakkan otot).
6.
Pengobatan TB Pada Orang Dewasa
Kategori
1 : 2HRZE/4H3R3
Selama
2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari
(tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga
kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
Diberikan kepada:
·
Penderita baru TB paru BTA positif.
·
Penderita TB ekstra paru (TB di
luar paru-paru) berat.
Kategori
2 : HRZE/5H3R3E
Diberikan
kepada:
·
Penderita kambuh.
·
Penderita gagal terapi.
·
Penderita dengan pengobatan
setelah lalai minum obat.
Kategori
3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan
kepada:
·
Penderita BTA (+) dan rontgen paru
mendukung aktif.
7.
Pengobatan TB pada Anak
Adapun dosis untuk pengobatan TB jangka pendek
selama 6 atau 9 bulan, yaitu:
1)
2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap
hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali
seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).
2)
2HRZ/4H2R2 :
INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian
INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TB pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Pengobatan TB pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan
untuk kasus:
TB tidak berat
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TB
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
Ø Pengobatan Non Farmakologi
a.
Terapi non farmakologi dengan mengkonsumsi makanan bergizi
Salah satu penyabab munculnya penyakit TBC adalah kekurangan
gizi seperti mineral dan vitamin. Maka dari itu akan sangat penting bilamana
penderita secara rutin mengkonsumsi makanan bergizi, makanan bergizi tersebut
seperti buah, sayur dan ikan laut. Akan tetapi hindari buah yang banyak
mengandung lemak jahat atau gas seperti buah nangka, buah durian, dondong dan
buah nanas.
b.
Terapi non farmakologi dengan tinggal di lingkungan sehat
Lingkungan yang sehat akan membantu penderita penyakit TBC
untuk segera sembuh, karena penyakit ini disebabkan oleh virus sehingga jika
penderita berada di lingkungan yang kotor maka akan menyebabkan virus tersebut
semakin berkembang sehingga akan memperburuk keadaan.
c.
Terapi non farmakologi dengan berolahraga secara rutin
Mungkin hampir semua penyakit dapat ditangani dengan
melakukan olahraga secara rutin, dan begitu juga untuk penyakit TBC ini. jika
penderita bisa olahraga secara rutin misal jogging atau senam, maka akan
membantu peredaran darah dan metabolisme dalam tubuh menjadi lancar sehingga
virus penyebab TBC tidak akan mampu berkembang atau duplikasi diri menjadi
banyak.
d.
Terapi non farmakologi dengan mengurangi makanan
bernatrium dan kafein
Penyakit TBC akan semakin parah apabila penderita masih
secara rutin mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung natrium dan kafein,
makanan yang banyak mengandung natrium antara lain seperti junkfood, kerang,
saus instan, alkoho*l dan masih banyak lagi, sedangkan untuk makanan yang
banyak mengandung kafein seperti kopi, capuccino, moccaino, rokok dan teh
(tidak untuk teh hijau). Dengan menghindari makanan bernatrium ataupun
berkafein tinggi maka penyembuhan penyakit TBC dapat berjalan dengan baik.
e.
Sering berjemur dibawah sinar
matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
f.
Memperbanyak istirahat(bedrest) /
istirahat yang cukup.
g.
Minum susu kambing atau susu sapi.
h.
Menghindari kontak langsung dengan
pasien TB.
i.
Rajin mengontrol gula darah.
C. Upaya
Kesehatan yang Harus Dilakukan untuk Mencegah atau Memberantas Penyakit
Tuberculosis
Pencegahan terhadap kemungkinan terjangkitnya
penyakit ini merupakan langkah yang paling efektif dan efisien. Adapun yang
dapat kita lakukan sebagai upaya pencegahan adalah sebagai berikut:
a.
Konsumsi makanan bergizi
Dengan asupan makanan bergizi, daya tahan tubuh
akan meningkat. Produksi leukosit pun tidak akan mengalami gangguan, hingga
siap melawan bakteri TBC yang kemungkinan terhirup. Selain itu, konsumsi
makanan bergizi juga menghindarkan terjadinya komplikasi berat akibat TBC
(Anonim e, 2010).
b.
Vaksinasi
Dengan vaksinasi BCG yang benar dan di usia
yang tepat, sel-sel darah putih menjadi cukup matang dan memiliki kemampuan
melawan bakteri TBC. Meski begitu, vaksinasi ini tidak menjamin penderita bebas
sama sekali dari penyakit TBC, khususnya TBC paru. Hanya saja kuman TBC yang
masuk ke paru-paru tidak akan berkembang dan menimbulkan komplikasi. Bakteri
juga tidak bisa menembus aliran darah dan komplikasi pun bisa dihindarkan.
Dengan kata lain, karena sudah divaksin BCG, anak hanya menderita TBC ringan
(Anonim e, 2010).
c.
Lingkungan
Lingkungan yang kumuh dan padat akan membuat
penularan TBC berlangsung cepat. Untuk itulah mengapa lingkungan yang sehat dan
kebersihan makanan dan minuman sangat perlu untuk dijaga (Anonim e, 2010).
Tips berikut berguna untuk mencegah Penularan penyakit TBC:
Tips berikut berguna untuk mencegah Penularan penyakit TBC:
1)
Menutup mulut pada waktu batuk dan
bersin.
2)
Meludah hendaknya pada tempat
tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun).
3)
Imunisasi BCG diberikan pada bayi
berumur 3-14 bulan.
4)
Menghindari udara dingin.
5)
Mengusahakan sinar matahari dan
udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur.
6)
Menjemur kasur, bantal,dan tempat
tidur terutama pagi hari.
7)
Semua barang yang digunakan penderita
harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
8)
Makanan harus tinggi karbohidrat
dan tinggi protein.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle
bacillus")
merupakan penyakit
menular yang umum, dan dalam banyak kasus
bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria,
umumnya Mycobacterium tuberculosis
(disingkat "MTb" atau "MTbc").
2. Terapi farmakologi dengan : Isoniazid
(INH), Rifampisin, Pirazinamid, thambutol dan non farmakologi dengan :
mengkonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin, tinggal di lingkungan sehat, mengurangi makanan bernatrium dan
kafein, Sering
berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi), memperbanyak
istirahat(bedrest) / istirahat yang cukup,
minum susu kambing atau susu sapi, menghindari kontak
langsung dengan pasien TB, rajin
mengontrol gula darah.
3. Upaya kesehatan yang harus dilakukan untuk mencegah
atau memberantas penyakit Tuberculosis dengan : konsumsi
makanan bergizi, vaksinasi
BCG, lingkungan yang bersih.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
https://sistemkita.wordpress.com/2012/02/06/tuberkulosis/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar