Senin, 14 Desember 2015

TBC Farmakologi

MAKALAH
PENYAKIT TUBERCULOSIS



Makalah Disusun Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Farmakologi
Dosen Pengampu : Nindriasih, S.Fam,Apt

Oleh
1.  Hendi Endar Kusuma

1451700048





UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA
Alamat : Jl. Letjend. Sujono Humardani No. 1 Sukoharjo 57521
Telp. (0271) 593156 Faks. (0271) 591065
SUKOHARJO
2015












KATA PENGANTAR

             Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena  atas Rahmat dan Hidayahnya-Nya sehinggah kami bisa menyelesaikan makalah Biokimia  ini yang berjudul “PENYAKIT TUBERCULOSIS” ini.
Dengan pembuatan makalah ini pembaca diharapkan dapat lebih mengenal tentang apa yang dimaksud penyakit tuberculosis. Pembaca juga diharapkan dapat mengambil hikmah dan pelajaran yang berharga.
Makalah  ini dibuat semata-mata karena ingin menyelesaikan tugas sekaligus memberikan contoh yang baik. Selain itu, makalah ini juga dijadikan sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi pembacanya.
Kami sangat berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah bekerja sama untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami tahu bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen, teman-teman, dan pembaca. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama pada diri saya sendiri. Akhir kata , saya ucapkan terima kasih.




Sukoharjo,   November  2015







 


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Tuberculosis (TBC) merupakan penyakit menular yang masih menjadi perhatian dunia. Hingga saat ini, belum ada satu negara pun yang bebas TBC. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman mycobacterium tuberculosis ini pun tinggi.
Tingkat prevalensi penderita TBC di Indonesia diperkirakan sebesar 289 per 100 ribu penduduk dan insidensi sebesar 189 per 100 ribu penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam meninggal seperti yang dilaporkan Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia yang dihimpun sepanjang 2011 mengenai tuberkulosis (TBC) di Indonesia.
Laporan tersebut juga meliris bahwa angka penjaringan penderita baru TBC meningkat 8,46 persen dari 744 penderita TBC di 2010 menjadi 807 per 100.000 penduduk di 2011. Namun, kabar baiknya angka kesembuhan pada 2011 mencapai target sebesar 83,7 % dan angka keberhasilan pengobatan pada 2011 mencapai target sebesar 90,3 %.

B.  Tujuan
1.      Untuk mengetahui tentang gambaran umum penyakit Tuberculosis (TBC).
2.      Untuk mengetahui tentang terapi farmakologi dan non farmakologi penyakit Tuberculosis.
3.      Untuk mengetahui upaya - upaya kesehatan yang harus dilakukan untuk mencegah atau memberantas penyakit Tuberculosis.

C.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan penyakit Tuberculosis?
2.      Bagaimana upaya farmakologi dan non farmakologinya?
3.      Bagaimana upaya kesehatan yang harus dilakukan untuk mencegah atau memberantas penyakit Tuberculosis?

BAB II
ISI
A.  Mengenal Penyakit Tuberculosis (TBC)
Ø  Pengertian Tuberkulosis
Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle bacillus") merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis (disingkat "MTb" atau "MTbc"). Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya.
Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui udara. Infeksi TB umumnya bersifat asimtomatikdan laten. Namun hanya satu dari sepuluh kasus infeksi laten yang berkembang menjadi penyakit aktif. Bila Tuberkulosis tidak diobati maka lebih dari 50% orang yang terinfeksi bisa meninggal.
Gejala klasik infeksi TB aktif yaitu batuk kronis dengan bercak darah sputum atau dahak, demam, berkeringat di malam hari, dan berat badan turun. (dahulu TB disebut penyakit "konsumsi" karena orang-orang yang terinfeksi biasanya mengalami kemerosotan berat badan). Infeksi pada organ lain menimbulkan gejala yang bermacam-macam. Diagnosis TB aktif bergantung pada hasil radiologi (biasanya melalui sinar-X dada) serta pemeriksaan mikroskopis dan pembuatan kultur mikrobiologis cairan tubuh. Sementara itu, diagnosis TB laten bergantung pada tes tuberkulin kulit/tuberculin skin test (TST) dan tes darah.
Pengobatan sulit dilakukan dan memerlukan pemberian banyak macam antibiotik dalam jangka waktu lama. Orang-orang yang melakukan kontak juga harus menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu. Resistensi antibiotik merupakan masalah yang bertambah besar pada infeksi tuberkulosis resisten multi-obat (TB MDR). Untuk mencegah TB, semua orang harus menjalani tes penapisan penyakit tersebut dan mendapatkan vaksinasi basil Calmette–Guérin.
Para ahli percaya bahwa sepertiga populasi dunia telah terinfeksi oleh M. tuberculosis,dan infeksi baru terjadi dengan kecepatan satu orang per satu detik. Pada tahun 2007, diperkirakan ada 13,7 juta kasus kronis yang aktif di tingkat global. Pada tahun 2010, diperkirakan terjadi pertambahan kasus baru sebanyak 8.8 juta kasus, dan 1,5 juta kematian yang mayoritas terjadi di negara berkembang. Angka mutlak kasus Tuberkulosis mulai menurun semenjak tahun 2006, sementara kasus baru mulai menurun sejak tahun 2002. Tuberkulosis tidak tersebar secara merata di seluruh dunia. Dari populasi di berbagai negara di Asia dan Afrika yang melakukan tes tuberkulin, 80%-nya menunjukkan hasil positif, sementara di Amerika Serikat, hanya 5–10% saja yang menunjukkan hasil positif. Masyarakat di dunia berkembang semakin banyak yang menderita Tuberkulosis karena kekebalan tubuh mereka yang lemah. Biasanya, mereka mengidap Tuberkulosis akibat terinfeksi virus HIV dan berkembang menjadi AIDS.Pada tahun 1990-an Indonesia berada pada peringkat-3 dunia penderita TB, tetapi keadaan telah membaik dan pada tahun 2013 menjadi peringkat-5 dunia.

Ø  Gejala – gejala penyakit Tuberculosis
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik, namun beberapa gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan,yaitu: gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a.    Batuk
Gejala batuk timbul terus menerus dalam waktu 3 minggu atau lebih,gejala ini timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b.    Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c.    Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d.   Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a.    Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b.    Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

Ø  Penyebab
a.    Mikobakteria
Penyebab utama penyakit TB adalah Mycobacterium tuberculosis, yaitu sejenis basil aerobik kecil yang non-motil. Berbagai karakter klinis unik patogen ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak/lipid yang dimilikinya. Sel-selnya membelah setiap 16 –20 jam. Kecepatan pembelahan ini termasuk lambat bila dibandingkan dengan jenis bakteri lain yang umumnya membelah setiap kurang dari satu jam. Mikobakteria memiliki lapisan ganda membran luar lipid. Bila dilakukan uji pewarnaan Gram, maka MTB akan menunjukkan pewarnaan "Gram-positif" yang lemah atau tidak menunjukkan warna sama sekali karena kandungan lemak dan asam mikolat yang tinggi pada dinding selnya. MTB bisa tahan terhadap berbagai disinfektan lemah dan dapat bertahan hidup dalam kondisi kering selama berminggu-minggu. Di alam, bakteri hanya dapat berkembang dalam sel inang organisme tertentu, namun M. tuberculosis bisa dikultur di laboratorium.
Kompleks M. tuberculosis (KMTB) juga termasuk mikobakteria lain yang juga menjadi penyebab TB: M. bovis, M. africanum, M. canetti, dan M. microti.M. africanum tidak menyebar luas, namun merupakan penyebab penting Tuberkulosis di sebagian wilayah Afrika. M. bovis merupakan penyebab umum Tuberkulosis, namun pengenalan susu pasteurisasi telah berhasil memusnahkan jenis mikobakterium yang selama ini menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang ini.M. canetti merupakan jenis langka dan sepertinya hanya ada di kawasan Tanduk Afrika, meskipun beberapa kasus pernah ditemukan pada kelompok emigran Afrika. M. microti juga merupakan jenis langka dan seringkali ditemukan pada penderita yang mengalami imunodefisiensi, meski demikian, patogen ini kemungkinan bisa bersifat lebih umum dari yang kita bayangkan.
Mikobakteria patogen lain yang juga sudah dikenal antara lain M. leprae, M. avium, dan M. kansasii. Dua jenis terakhir masuk dalam klasifikasi "Mikobakteria non-tuberkulosis" (MNT). MNT tidak menyebabkan TB atau lepra, namun menyebabkan penyakit paru-paru lain yang mirip TB.
b.         Faktor – factor Risiko
ü Faktor Sosial Ekonomi
Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat-syarat kesehatan.


ü Status Gizi
Seseorang mudah terinfeksi karena tidak cukupnya asupan nutrisi sehingga status nutrisi kurang. Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak.
ü Umur
Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15 – 50) tahun. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB-Paru. Sedangkan pada bayi kemungkinan terinfeksi TB sangat tinggi.
ü Jenis Kelamin
Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-Paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab TB-Paru.
ü Herediter
Resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik.
ü Keadaan stress
Kondisi dan situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress emosional, kelelahan yang kronik).
ü Infeksi berulang seperti HIV, measles, pertusis.
ü Tidak mematuhi aturan pengobatan
Klien yang terinfeksi TB dan sudah menjalani pengobatan, namun ia putus obat atau tidak teratur minum obat (tidak sesuai anjuran dokter), maka Mycobacterium tuberculosa yang ada pada tubuhnya menjadi lebih resisten; sehingga untuk pengobatannya harus dimulai dari awal lagi.
ü Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.
ü Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.

Ø Penularan
Tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyayi, melepaskan droplet besar (lebih besar dari 100 µ) dan kesil (1-5µ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan diudara dan terhirup individu yang rentan. Individu yang berisisko tinggi tertular TB adalah:
a.    Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif.
b.    Individu immunosupresif (termasuk lansia, pasien dengan kanker, mereka yang dalam terapi kortikosteroid, atau mereka yang terinfeksi dengan HIV).
c.    Penggunaan obat-obat IV dan alkoholik.
d.   Setiap individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik dan ras minoritas terutama anak-anak dibawah usia 15 tahun dan dewasa muda antara yang berusia 15-44 tahun).
• Setiap individu dengan gangguan medis yang sudah ada sebelumnya (misal, diabetes, gagal ginjal kronis, silikosis, penyimpangan gizi, bypass gastrektomi atau yeyunoileal).
• Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin, Karibia).
• Setiap individu yang tinggal di institusi (misal, fasilitas perawatan jangka panjang, institusi psikiatri, penjara).
• Individu yang tinggal di daerah perumahan substandard kumuh.
• Petugas kesehatan.





B.  Terapi Farmakologi dan Non Farmakologi Penyakit Tuberculosis
Ø  Terapi Farmakologi
1.    Isoniazid (INH)
Isoniazid atau isonikotinil hidrazid yang disingkat dengan INH. Isoniazid secara in vitro bersifat tuberkulostatik (menahan perkembangan bakteri) dan tuberkulosid (membunuh bakteri). Mekanisme kerja isoniazid memiliki efek pada lemak, biosintesis asam nukleat,dan glikolisis. Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid) yang merupakan unsur penting dinding sel mikobakterium. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan menurunkan jumlah lemak yang terekstrasi oleh metanol dari mikobakterium.
Isoniazid mudah diabsorpsi pada pemberian oral maupun parenteral. Kadar puncak diperoleh dalam waktu 1–2 jam setelah pemberian oral. Di hati, isoniazid mengalami asetilasi dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik yang secara bermakna mempengaruhi kadar obat dalam plasma. Namun, perbedaan ini tidak berpengaruh pada efektivitas dan atau toksisitas isoniazidbila obat ini diberikan setiap hari.
Dosis Obat : 5-15 mg/kg BB/hari (maks. 300mg)/ hari
Efek samping
Mual, muntah, anoreksia ( kelainan psikis yang diderita seseorang berupa kekurangan nafsu makan meski sebenarnya lapar dan berselera terhadap makanan), letih, malaise (perasaan sakit dan kurang enak badan), lemah, gangguan saluran pencernaan lain, neuritis perifer (rasa kesemutan yang amat sangat), neuritis optikus (peradangan pada ujung saraf optik yang masuk ke dalam mata), reaksi hipersensitivitas, demam, ruam (gatal-gatal pada kulit), ikterus (warna kuning pada kulit, konjungtiva dan selaput akibat penumpukan bilirubin), diskrasia darah (perdarahan hidung, memar spontan), psikosis (gangguan tilikan pribadi yang menyebabkan ketidakmampuan seseorang menilai realita dengan fantasi dirinya, misalnya gejala halusinasi), kejang, sakit kepala, mengantuk, pusing, mulut kering, gangguan BAK, kekurangan vitamin B6, penyakit pellara, hiperglikemia (peningkatan glukosa darah melebihi batas normal), asidosis metabolik (keasaman darah yang berlebihan), ginekomastia (pembengkakan pada jaringan payudara pada laki-laki atau laki-laki, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon estrogen dan testosterone), gejala reumatik, gejala mirip Systemic Lupus Erythematosus.
Kontraindikasi
Penyakit hati, penyakit dari SSP.
Resistensi
Resistensi masih merupakan persoalan dan tantangan. Pengobatan TBC dilakukan dengan beberapa kombinasi obat karena penggunaan obat tunggal akan cepat dan mudah terjadi resistensi. Disamping itu, resistensi terjadi akibat kurangnya kepatuhan pasien dalam meminum obat. Waktu terapi yang cukup lama yaitu antara 6–9 bulan sehingga pasien banyak yang tidak patuh minum obatselama menjalani terapi.
Isoniazid masih merupakan obat yang sangat penting untuk mengobati semua tipe TBC. Efek sampingnya dapat menimbulkan anemia sehingga dianjurkan juga untuk mengkonsumsi vitamin penambah darah seperti piridoksin (vitamin B6).
2.    Rifampisin
Rifampisin merupakan obat anti tuberkulosis yang bersifat bakterisidal (membunuh bakteri) dan bekerja dengan mencegah transkripsi RNA dalam proses sintesis protein dinding sel bakteri.
Dosis Obat : 10-20 mg/kg BB/hari (maks. 600 mg/hari).
Efek Samping
Gangguan saluran cerna seperti anoreksia, mual, muntah, diare (dilaporkan terjadi kolitiskarena penggunaan antibiotika), sakit kepala, drowsiness; gejala berikut terjadi terutama pada terapi intermitten termasuk gelala mirip influenza (dengan chills, demam, dizziness, nyeri tulang), gejala pada respirasi (termasuk sesak nafas), kolaps dan shock, anemia hemolitik, gagal ginjal akut, dan trombositopenia purpura; gangguan fungsi liver, jaundice(penyakit kuning); flushing, urtikaria dan rash; efek samping lain dilaporkan : edema, muscular weakness dan myopathy, dermatitis exfoliative, toxic epidermal necrolysis, reaksi pemphigoid, leucopenia, eosinophilia, gangguan menstruasi; urin, saliva dan sekresi tubuh yang lain berwarna orange-merah; tromboflebitis dilaporkan pada penggunaan secara infus pada periode yang lama.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap rifampisin atau komponen lain yang terdapat dalam sediaan; penggunaan bersama amprenavir, saquinafir/rotonavir (kemungkinan dengan proease inhibitor), jaundice (penyakit kuning).
3.    Pirazinamid
Pirazinamid adalah analog nikotinamid yang telah dibuat sintetiknya. Obat ini tidak larut dalam air. Pirazinamid di dalam tubuh di hidrolisis oleh enzim pirazinamidase menjadi asam pirazinoat yang aktif sebagai tuberkulostatik hanya pada media yang bersifat asam. Bersifat bakterisidal dan bekerja dengan menghambat pembentukan asam lemak yang diperlukan dalam pertumbuhan bakteri. Pirazinamid mudah diserap diusus dan tersebar luas keseluruh tubuh. Ekskresinya terutama melalui filtrasi glomerulus.
Dosis Obat : 15-30 mg/kg BB/hari (maks. 2g/hari).
Efek Samping
Efek samping pirazinamid paling umum yaitu kelainan hati yang diawali oleh gangguan fungsi hati berupa peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot jantung dan sebagian kecil oleh otot hati) dan SGPT (Serum Glutamic Piruvic Transaminase, yaitu enzim yang dihasilkan sebagian besar oleh otot hati dan sebagian kecil oleh otot jantung). Bila terjadi kerusakan hati, pemberian pirazinamid harus dihentikan.
Efek samping lain pirazinamid yaitu demam, anoreksia, hepatomegali (pembesaran organ hati), splenomegali (pembesaran limpa), jaundice (warna kekuningan yang didapatkan pada kulit dan lapisan mukosa (seperti bagian putih mata), yang terjadi karena penumpukan zat kimia yang disebut bilirubin), gagal hati; mual, muntah, urtikaria ( reaksi alergi yang ditandai oleh bilur-bilur berwarna merah dengan berbagai ukuran di permukaan kulit), artralgia (nyeri sendi), disuria (perasaan tidak enak berkemih), anemia sideroblastik, ruam dan kadang-kadang fotosensitivitas.
Kontraindikasi
Porfiria (sekelompok penyakit yang disebabkan oleh kekurangan enzim-enzim yang terlibat dalam sintesa heme, yang mengakibatkan warna urin berubah menjadi merah atau biru gelap), gangguan fungsi hati berat, dan hipersensitif pirazinamid.
4.    Ethambutol
Ethambutol merupakan tuberkuloslatik dengan mekanisme keria menghambat sintesis RNA. Absorbsi setelah pemberian per oral cepat. Eksresi sebagian besar melalui ginjal, hanya lebih kurang 10% diubah menjadi metabolit yang inaktif.
Ethambutol tidak dapat menembus jaringan otak tetapi pada penderita meningitis, tuberkulosa dapat ditemukan kadar terapeutik dalam cairan serebrospinal.
Dosis Obat :
Dewasa: 15 mg/kg BB PO, untuk pengobatan ulang mulai dengan 25 mg/kg BB/hari selama 60 hari, kemudian diturunkan sampai 15 mg/kg BB/hari.
Anak 6-12 tahun: 10-15 mg/kg BB/hari.
Efek Samping
Neuritis optik, buta warna merah/hijau , neuritis perifer, ruam (jarang terjadi) , pruritus (gatal-gatal), urtikaria dan trombositopenia (berkurangnya jumlah sel-sel keping darah (trombosit) di dalam tubuh (darah)).
Kontraindikasi
Anak-anak di bawah usia 5 tahun, pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, epilepsi, alkoholisme kronik dan kerusakan hati, neuritis optik, penderita yang hipersensitif terhadap komponen obat ini.
5.    Streptomisin
Streptomisin merupakan obat antibiotik yang termasuk dalam golongan aminoglikosida dan dapat membunuh sel mikroba dengan cara menghambat sintesis protein. Obat ini larut dalam air dan sangat larut dalam alkohol.
Obat ini terdistribusi ke dalam cairan ekstraselular termasuk serum, absces, ascitic, perikardial, pleural, sinovial, limfatik, dan cairan peritoneal; menembus plasenta; dalam jumlah yang kecil masuk dalam air susu ibu.
Dosis Obat : 15-40 mg/kg BB/hari (maks. 1g/hari).
Efek Samping
Reaksi hipersensitivitas, paraesthesia (kesemutan) pada mulut.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas terhadap streptomisin atau komponen lain dalam sediaan, kehamilan, gangguan pendengaran, myasthenia gravis (kelainan immun bawaan yang cukup langka, biasanya menunjukkan karakteristik yang khas, yaitu kelemahan pada otot rangka yang biasanya juga disertai nyeri ketika menggerakkan otot).
6.    Pengobatan TB Pada Orang Dewasa
Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
·      Penderita baru TB paru BTA positif.
·      Penderita TB ekstra paru (TB di luar paru-paru) berat.
Kategori 2 : HRZE/5H3R3E
Diberikan kepada:
·      Penderita kambuh.
·      Penderita gagal terapi.
·      Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
·      Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.
7.    Pengobatan TB pada Anak
Adapun dosis untuk pengobatan TB jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1)   2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2)   2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TB pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TB
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
Ø  Pengobatan Non Farmakologi
a.       Terapi non farmakologi dengan mengkonsumsi makanan bergizi
Salah satu penyabab munculnya penyakit TBC adalah kekurangan gizi seperti mineral dan vitamin. Maka dari itu akan sangat penting bilamana penderita secara rutin mengkonsumsi makanan bergizi, makanan bergizi tersebut seperti buah, sayur dan ikan laut. Akan tetapi hindari buah yang banyak mengandung lemak jahat atau gas seperti buah nangka, buah durian, dondong dan buah nanas.
b.      Terapi non farmakologi dengan tinggal di lingkungan sehat
Lingkungan yang sehat akan membantu penderita penyakit TBC untuk segera sembuh, karena penyakit ini disebabkan oleh virus sehingga jika penderita berada di lingkungan yang kotor maka akan menyebabkan virus tersebut semakin berkembang sehingga akan memperburuk keadaan.
c.       Terapi non farmakologi dengan berolahraga secara rutin
Mungkin hampir semua penyakit dapat ditangani dengan melakukan olahraga secara rutin, dan begitu juga untuk penyakit TBC ini. jika penderita bisa olahraga secara rutin misal jogging atau senam, maka akan membantu peredaran darah dan metabolisme dalam tubuh menjadi lancar sehingga virus penyebab TBC tidak akan mampu berkembang atau duplikasi diri menjadi banyak.
d.      Terapi non farmakologi dengan mengurangi makanan bernatrium dan kafein
Penyakit TBC akan semakin parah apabila penderita masih secara rutin mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung natrium dan kafein, makanan yang banyak mengandung natrium antara lain seperti junkfood, kerang, saus instan, alkoho*l dan masih banyak lagi, sedangkan untuk makanan yang banyak mengandung kafein seperti kopi, capuccino, moccaino, rokok dan teh (tidak untuk teh hijau). Dengan menghindari makanan bernatrium ataupun berkafein tinggi maka penyembuhan penyakit TBC dapat berjalan dengan baik.
e.       Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi).
f.       Memperbanyak istirahat(bedrest) / istirahat yang cukup.
g.      Minum susu kambing atau susu sapi.
h.      Menghindari kontak langsung dengan pasien TB.
i.        Rajin mengontrol gula darah.

C.  Upaya Kesehatan yang Harus Dilakukan untuk Mencegah atau Memberantas Penyakit Tuberculosis
Pencegahan terhadap kemungkinan terjangkitnya penyakit ini merupakan langkah yang paling efektif dan efisien. Adapun yang dapat kita lakukan sebagai upaya pencegahan adalah sebagai berikut:
a.       Konsumsi makanan bergizi
Dengan asupan makanan bergizi, daya tahan tubuh akan meningkat. Produksi leukosit pun tidak akan mengalami gangguan, hingga siap melawan bakteri TBC yang kemungkinan terhirup. Selain itu, konsumsi makanan bergizi juga menghindarkan terjadinya komplikasi berat akibat TBC (Anonim e, 2010).
b.      Vaksinasi
Dengan vaksinasi BCG yang benar dan di usia yang tepat, sel-sel darah putih menjadi cukup matang dan memiliki kemampuan melawan bakteri TBC. Meski begitu, vaksinasi ini tidak menjamin penderita bebas sama sekali dari penyakit TBC, khususnya TBC paru. Hanya saja kuman TBC yang masuk ke paru-paru tidak akan berkembang dan menimbulkan komplikasi. Bakteri juga tidak bisa menembus aliran darah dan komplikasi pun bisa dihindarkan. Dengan kata lain, karena sudah divaksin BCG, anak hanya menderita TBC ringan (Anonim e, 2010).
c.       Lingkungan
Lingkungan yang kumuh dan padat akan membuat penularan TBC berlangsung cepat. Untuk itulah mengapa lingkungan yang sehat dan kebersihan makanan dan minuman sangat perlu untuk dijaga (Anonim e, 2010).
Tips berikut berguna untuk mencegah Penularan penyakit TBC:
1)   Menutup mulut pada waktu batuk dan bersin.
2)   Meludah hendaknya pada tempat tertentu yang sudah diberi desinfektan (air sabun).
3)   Imunisasi BCG diberikan pada bayi berumur 3-14 bulan.
4)   Menghindari udara dingin.
5)   Mengusahakan sinar matahari dan udara segar masuk secukupnya ke dalam tempat tidur.
6)   Menjemur kasur, bantal,dan tempat tidur terutama pagi hari.
7)   Semua barang yang digunakan penderita harus terpisah begitu juga mencucinya dan tidak boleh digunakan oleh orang lain.
8)   Makanan harus tinggi karbohidrat dan tinggi protein.



















BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.    Tuberkulosis (Tuberculosis, disingkat Tbc), atau Tb (singkatan dari "Tubercle bacillus") merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis (disingkat "MTb" atau "MTbc").
2.    Terapi farmakologi dengan : Isoniazid (INH), Rifampisin, Pirazinamid, thambutol dan non farmakologi dengan : mengkonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara rutin, tinggal di lingkungan sehat, mengurangi makanan bernatrium dan kafein, Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi), memperbanyak istirahat(bedrest) / istirahat yang cukup, minum susu kambing atau susu sapi, menghindari kontak langsung dengan pasien TB, rajin mengontrol gula darah.
3.    Upaya kesehatan yang harus dilakukan untuk mencegah atau memberantas penyakit Tuberculosis dengan : konsumsi makanan bergizi, vaksinasi BCG, lingkungan yang bersih.














DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Tuberkulosis
https://sistemkita.wordpress.com/2012/02/06/tuberkulosis/


Tidak ada komentar:

Posting Komentar