TUGAS
SEGITIGA EPIDEMILOGI
Makalah Disusun Untuk Memenuhi
Tugas
Mata Kuliah Dasar Epidemiologi
Dosen Pengampu : Tri Puji Kurniawan,
SKM, M.Kes.
Oleh
1. Hendi
Endar Kusuma
|
1451700048
|
UNIVERSITAS
VETERAN BANGUN NUSANTARA
Alamat : Jl.
Letjend. Sujono Humardani No. 1 Sukoharjo 57521
Telp. (0271)
593156 Faks. (0271) 591065
SUKOHARJO
2015
SEGITIGA
EPIDEMILOGI
Trias epidemiologi atau
segitiga epidemiologi adalah suatu konsep dasar epidemiologi yang menggambarkan
tentang hubungan tiga faktor utama yang berperan dalam terjadinya penyakit dan
masalah kesehatan lainnya. Tiga faktor tersebut adalah host (penjamu),agent (agen,
faktor penyebab), dan environment (lingkungan).
Host adalah
manusia atau makhluk hidup lainnya, termasuk burung dan antropoda
yang menjadi tempat terjadinya proses alamiah perkembangan pernyakit. Yang
termasuk dalam faktor penjamu, yaitu usia, jenis kelamin, ras/etnik, anatomi
tubuh, status gizi, sosial ekonomi, status perkawinan, penyakit
terdahulu, life style, hereditas, nutrisi, dan imunitas.
Faktor-faktor ini mempengaruhi risiko untuk terpapar sumber infeksi serta
kerentanan dan resistensi manusia terhadap suatu penyakit atau infeksi.
Agent adalah
suatu unsur, organisme hidup atau infektif yang dapat menyebabkan terjadinya
suatu penyakit. (M.N Bustan: 2006). Agen tersebut meliputi agen biologis,
kimia, nutrisi, mekanik, dan fisika. Agen biologis bersifat parasit pada
manusia, seperti metazoan, protozoa, jamur, bakteri, ricketsia, dan virus. Agen
kimia meliputi pestisida, asbes, CO, zat allergen, obat-obatan, limbah
industri, dll. Agen nutrisi meliputi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral,
dan air yang jika kekurangan atau kelebihan zat-zat tersebut, maka dapat
menimbulkan penyakit. Agen mekanik meliputi friksi yang kronik, misalnya
kecelakaan, trauma organ yang menyebabkan timbulnya sakit, dislokasi (payah
tulang), dll.
Environment (lingkungan)
adalah bagian dari trias epidemiologi. Faktor ini memiliki peranan yang sama
pentingnya dengan dua faktor yang lain. Faktor lingkungan meliputi lingkungan
fisik, biologi, sosial-ekonomi, topografi dan georafis. Lingkungan fisik
seperti kondisi udara, musim, cuaca, kandungan air dan mineral, bencana alam,
dll. Lingkungan biologi meliputi hewan, tumbuhan, mikroorganisme saprofit, dsb.
Lingkungan sosial-ekonomi yang juga mempengaruhi, yaitu kepadatan penduduk,
kehidupan sosial, norma dan budaya, kemiskinan, ketersediaan dan keterjangkauan
fasilitas kesehatan, dll.
Faktor-faktor
trias epidemiologi saling berinteraksi. Keterhubungan antara host, agent,
dan environment ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang
berada dalam keseimbangan (equilibrium) pada seseorang individu yang sehat.
Maka dapat dikatakan bahwa individu yang sehat adalah keadaan dimana ketiga
faktor ini dalam keadaan seimbang.
Gambar.
Keseimbangan Epidemiologi
Gambar. Kemungkinan ketidak seimbangan
Keadaan ke-1 :
A memberatkan keseimbangan sehingga
batang pengungkit miring ke arah A. Pemberatan A terhadap keseimbangan
diartikan sebagai agent/penyebab penyakit mendapat kemudahan menimbulkan
penyakit pada host, misalnya terjadinya mutasi pada virus influenza.
Keadaan ke-2 :
H memberatkan keseimbangan, sehingga
batang pengungkit miring ke arah H. Keadaan seperti itu dimungkinkan apabila H
menjadi lebih peka terhadap suatu penyakit. Misalnya apabila proporsi jumlah
penduduk balita bertambah besar, maka sebagian besar populasi menjadi lebih
peka terhadap penyakit anak.
Keadaan ke-3 :
Ketidakseimbangan disebabkan oleh
bergesernya titik tumpu. Hal ini menggambarkan terjadinya pergeseran kualitas
lingkungan sehingga A memberatkan keseimbangan. Keadaan seperti ini berarti
bahwa pergeseran kualitas lingkungan memudahkan A memasuki tubuh H dan
menimbulkan penyakit. Contohnya, terjadinya banjir menyebabkan air kotor yang
mengandung A berkontak dengan masyarakat (H), sehingga A lebih mudah memasuki H
yang kebanjiran.
Keadaan ke-4 :
Ketidakseimbangan terjadi karena
pergeseran kualitas lingkungan sedemikian rupa sehingga H memberatkan
keseimbangan atau H menjadi sangat peka terhadap A. Contohnya, terjadinya
pencemaran udara.
Penyakit Sistiserkosis
Sistiserkosis
adalah infeksi jaringan yang disebabkan oleh bentuk larva (cysticercus) Taenia, yang disebut sistiserkus akibat
termakan telur cacing
pita Taenia, dari cacing
pita babi (Taeniasolium).
Cacing pita babi dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia, sedangkan cacing pita sapi tidak dapat menyebabkan sistiserkosis pada manusia.
Gejalanya mungkin hanya sedikit atau tidak terlihat sama sekali selama
bertahun-tahun,berkembang dari benjolan kira-kira satu atau dua sentimeter yang
tak terasa sakit, atau gejala neurologis jika yang terinfeksi adalah
otak. Setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun benjolan ini mulai terasa
sakit dan bengkak lalu berubah. Di negara berkembang ini adalah salah satu
penyebab umum kejang.
Sedangkan kemampuan Taenia asiatica dalam menyebabkan sistiserkosis
belum diketahui secara pasti. Terdapat dugaan bahwa Taenia asiatica
merupakan penyebab sistiserkosis di Asia.
Penyebab dan Diagnosis
Biasanya didapat akibat makan makanan atau minum air yang
mengandung telur cacing pita. Sayuran mentah merupakan sumber
utama. Telur cacing pita berasal dari feces orang yang terinfeksi cacing
dewasa, kondisi ini dinamakan taeniasis. Taeniasis adalah penyakit
yang berbeda dan disebabkan karena memakan sista dari daging babi yang tidak
dimasak sampai matang. Orang yang hidup bersama dengan orang yang memiliki
cacing pita punya resiko lebih besar untuk tertular cysticercosis.Diagnosis
bisa dilakukan dengan aspirasi terhadap sista. Mengambil
gambar otak dengan tomografi komputer (CT) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI) paling berguna untuk
diagnosis penyakit otak. Peningkatan jumlah sel
darah putih,
disebut eosinophils, di cairan
tulang belakang otak dan
darah juga digunakan sebagai indikator.
Efek kesehatan
Sistiserkosis menimbulkan gejala dan efek yang beragam
sesuai dengan lokasi parasit dalam tubuh. Manusia dapat
terjangkit satu sampai ratusan sistiserkus di jaringan tubuh yang berbeda-beda.
Sistiserkus pada manusia paling sering ditemukan di otak (disebut neurosistiserkosis), mata, otot dan lapisan bawah kulit.
Pencegahan dan Pengobatan
Infeksi dapat dicegah secara efektif dengan kebersihan
pribadi dansanitasi. Termasuk: memasak daging babi sampai matang,toilet layak dan peningkatan akses ke air
bersih. Mengobati orang dengan taeniasis adalah penting guna mencegah
penularan. Pengobatan penyakit yang tidak memengaruhi sistem saraf mungkin
tidak diperlukan. Pengobatan pada orang dengan neurocysticercosis
bisa dengan praziquantel atau albendazole. Obat-obatan ini mungkin harus
dikonsumsi secara jangka panjang. Steroid, sebagai anti radang selama
pengobatan, dan pengobatan anti
kejang mungkin juga
diperlukan. Terkadang diperlukan tindakan operasi untuk mengangkat sista.
Epidemiologi
Cacing pita babi sangat umum di Asia, Afrika Sub-Sahara, dan
Amerika Latin.] Di beberapa area diyakini bila
lebih dari 25% masyarakatnya telah terinfeksi. Di negara maju hal ini
sangat jarang terjadi. Cacing ini menyebabkan 1.200 kematian di seluruh
dunia pada tahun 2010, lebih dari 700 jiwa di tahun 1990. Cysticercosis
juga memengaruhi babi dan sapi namun jarang yang menunjukkan gejalanya karena
sebagian besar tidak berumur panjang. Penyakit ini muncul di manusia sejak
dulu. Ini adalah salah satu penyakit
tropis yang diabaikan.
Penyebaran di Indonesia
Di Kabupaten Jayawijaya Papua, Indonesia ditemukan 66,3% (106 orang dari 160
responden) positif menderita taeniasis solium/sistiserkosis selulosae dari babi. Sementara 28,3% orang adalah penderita
sistiserkosis yang dapat dilihat dan diraba benjolannya di bawah kulit. Sebanyak 18,6% (30 orang) di
antaranya adalah penderita sistiserkosis selulosae yang menunjukkan gejala epilepsi. Dari 257 pasien yang menderita luka bakar di Papua,
sebanyak 82,8% menderita epilepsi akibat adanya sistiserkosis pada otak.
Sebanyak
13,5% (10 dari 74 orang) pasien yang mengalami epilepsi di Bali didiagnosa menderita sistiserkosis
di otak.
Prevalensi taeniasis T. asiatica di Sumatera
Utara berkisar 1,9%-20,7%. Kasus T. asiatica di Provinsi ini umumnya disebabkan oleh
konsumsi daging babi
hutan setengah matang.
DAFTAR PUSTAKA